Pengertian bank
Mengenai
arti bank bisa dipastikan semua orang sudah mengerti, baik yang pernah
mengenyam pendidikan di sekolah ataupun yang tidak sekolahpun pasti tahu arti
umum dari bank. Meskipun tidak semua orang mempunyai tabungan di bank, tapi
kata bank sering dijumpai dalam kehidupan sehari hari, seperti iklan di TV yang
sering menampilkan iklan bank, atau ketika bepergian kita melihat gedung bank Saya
rasa kita semua sepakat bahwa arti pendek dari bank adalah tempat menyimpan
uang atau menabung, dan juga tempat untuk meminjam uang. Pada artikel ini akan
dibahas mengenai pengertian bank secara lengkap, mulai asal kata bank,
pengertian bank secara umum, dan pengertian bank menurut udang-undang
pemerintah.
Asal
dari kata bank adalah dari bahasa Italia yaitu banca yang berarti
tempat penukaran uang. Secara umum pengertian bank adalah sebuah lembaga
intermediasi keuangan yang umumnya didirikan dengan kewenangan untuk menerima
simpanan uang, meminjamkan uang, dan menerbitkan promes atau yang dikenal
sebagai banknote.
Sedangkan pengertian bank menurut Undang-undang Negara Republik Indonesia Nomor
10 Tahun 1998 Tanggal 10 November 1998 tentang perbankan, yang dimaksud dengan
bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau
bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Dari
pengertian bank menurut Undang-undang Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun
1998 dapat disimpulkan bahwa usaha perbankan meliputi tiga kegiatan, yaitu
menghimpun dana, menyalurkan dana, dan memberikan jasa bank lainnya. Kegiatan
menghimpun dan menyalurkan dana merupakan kegiatan pokok bank sedangkan
memberikan jasa bank lainnya hanya kegiatan pendukung. Kegiatan menghimpun
dana, berupa mengumpulkan dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan giro,
tabungan, dan deposito. Biasanya sambil diberikan balas jasa yang menarik
seperti, bunga dan hadiah sebagai rangsangan bagi masyarakat agar lebih senang
menabung.Kegiatan menyalurkan dana, berupa pemberian pinjaman kepada masyarakat.
Sedangkan jasa-jasa perbankan lainnya diberikan untuk mendukung kelancaran
kegiatan utama tersebut.
Adanya bank tentunya
memberikan manfaat bagi banyak pihak, manfaat tersebut antara lain
Sebagai model
investasi, yang berarti, transaksi derivatif dapat dijadikan sebagai salah satu
model berinvestasi. Walaupun pada umumnya merupakan jenis investasi jangka
pendek (yield enhancement).
Sebagai cara lindung
nilai, yang berarti, transaksi derivatif dapat berfungsi sebagai salah satu
cara untuk menghilangkan risiko dengan jalan lindung nilai (hedging), atau
disebut juga sebagai risk management.
Informasi harga, yang
berarti, transaksi derivatif dapat berfungsi sebagai sarana mencari atau
memberikan informasi tentang harga barang komoditi tertentu dikemudian hari
(price discovery).
Fungsi spekulatif, yang
berarti, transaksi derivatif dapat memberikan kesempatan spekulasi
(untung-untungan) terhadap perubahan nilai pasar dari transaksi derivatif itu
sendiri.
Fungsi manajemen
produksi berjalan dengan baik dan efisien, yang berarti, transaksi derivatif
dapat memberikan gambaran kepada manajemen produksi sebuah produsen dalam
menilai suatu permintaan dan kebutuhan pasar di masa mendatang. Terlepas dari
funsi-fungsi perbankan (bank) yang utama atau turunannya, maka yang perlu
diperhatikan untuk dunia perbankan, ialah tujuan secara filosofis dari
eksistensi bank di Indonesia. Hal ini sangat jelas tercermin dalam Pasal empat
(4) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 yang menjelaskan, ”Perbankan Indonesia
bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan
pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah peningkatan
kesejahteraan rakyat banyak”. Meninjau lebih dalam terhadap kegiatan usaha
bank, maka bank (perbankan) Indonesia dalam melakukan usahanya harus didasarkan
atas asas demokrasi ekonomi yang menggunakan prinsip kehati-hatian. 4 Hal ini,
jelas tergambar, karena secara filosofis bank memiliki fungsi makro dan mikro
terhadap proses pembangunan bangsa.
Fungsi & Peranan Bank
Sebagai lembaga keuangan
Bank
sebagai lembaga keuangan memiliki fungsi sebagai lembaga intermediasi antara
pihak yang memiliki kelebihan likuiditas baik itu dunia usaha, pemerintah, dan
rumah tangga dengan pihak yang mengalami kekurang likuiditas yaitu dunia usaha,
pemerintah, dan rumah tangga. Peran sebagai intermediasi inilah yang membuat
bank sangat berperan dalam mendukung segala kegiatan ekonomi suatu negara dalam
pencapaiannya.
Dana yang dikumpulkan pihak bank dari pihak yang memiliki kelebihan likuiditas
tersebut akan disalurkan kembali oleh bank kepada pihak yang mengalami
kekurangan likuiditas. Dalam proses penyaluran tersebut bank harus melakukan
berbagai proses yang mesti dilakukan supaya dana yang disalurkan dapat
memberikan hasil baik bagi bank maupun bagi nasabah yang menyimpan dananya di
bank.
Pentingnya Menajemen
Risiko
Dalam penyaluran dana tersebut bank akan dihadapkan pada sejumlah risiko yang
harus diperhitungkan oleh bank diantaranya:
Risiko Kredit (Credit
Risk) Adalah risiko (munculnya kerugian) yang disebabkan oleh kegagalan
counterparty (debitur)dalam melaksanakan kewajiban-kewajibannya sesuai yang
disyaratkan oleh kontrak/perjanjian. Risiko ini tidak hanya muncul dari
kredit/pinjaman (loan) melainkan juga meliputi komponen-komponen lain, baik on
maupun off balance sheet seperti Garansi, Akseptasi, Securities Investment,
dll.
Risiko Negara dan
Pengalihan (Country and Transfer Risk) Adalah risiko (munculnya kerugian) yang
disebabkan oleh kondisi lingkungan ekonomi,sosial, politik dari negara asal
counterparty (debitur). Risiko ini muncul dalam transaksi pinjaman lintas
negara.
Risiko Pasar (Market
Risk) Adalah risiko (munculnya kerugian) yang disebabkan oleh pergerakan harga
di pasar. Risiko ini harus dilihat dalam konteks prinsip-prinsip akuntansi yang
berlaku saat ini. Risiko ini tampak jelas pada aktivitas trading seperti
debt/equity instruments, foreign exchange, atau komoditas.
Risiko Tingkat Bunga
(Interest Rate Risk) Adalah risiko (munculnya kerugian) yang disebabkan oleh
pergerakan tingkat bunga dipasar.
Risiko Likuiditas
(Liquidity Risk) Adalah risiko (munculnya kerugian) yang disebabkan oleh
ketidakmampuan bank untuk mengakomodasi berkurangnya pasiva/liabilities atau
untuk membiayai/mendanai peningkatan di sisi aktiva/assets.
Risiko Operasional
(Operational Risk) Adalah risiko (munculnya kerugian) yang disebabkan oleh
pelanggaran atas ketentuanketentuaninternal maupun atas kebijakan-kebijakan
bank.
Risiko Hukum (Legal
Risk) Adalah risiko (munculnya kerugian) yang disebabkan oleh ketidakcukupan
(inadequacy) atau kesalahan dalam pemberian pendapat hukum maupun dokumentasi
hukum.
Risiko Reputasi
(Reputational Risk) Adalah risiko (munculnya kerugian) yang disebabkan oleh
kegagalan di dalam operasional bank khususnya kegagalan dalam memenuhi
ketentuan-ketentuan hukum atau peraturan yang dikenakan atas bank.
* sebagai lembaga moneter
Perekonomian
yang stabil akan lebih disukai dibandingkan dengan perekonomian yang mengalami
gejolak dan guncangan. Kestabilan menjadi sangat penting karena kondisi yang
stabil akan menciptakan suasana yang kondusif untuk perkembangan dunia usaha
dan bisnis. Salah satu parameter yang dapat mengukur kestabilan perekonomian
yakni dengan melihat kinerja dari stabilitas makroekonomi. Stabilitas
makroekonomi dapat ditelusuri dari dampak guncangan suatu variabel makroekonomi
terhadap variabel makroekonomi lainnya. Apabila dampak dari suatu guncangan
menimbulkan fluktuasi yang besar pada variabel makroekonomi dan diperlukan
waktu yang relatif lama untuk mencapai keseimbangan jangka panjang, maka dapat
dikatakan bahwa stabilitas makroekonomi sangat rentan terhadap perubahan.
Namun, apabila dampak guncangan indikator itu menunjukkan fluktuasi yang kecil
dan waktu mencapai keseimbangan jangka panjang relatif tidak lama, maka dapat
dikatakan kondisi makroekonomi relatif stabil.
Pernyataan
ini juga dijelaskan dan didiskusikan bersama oleh Siregar dan kawan-kawan yang
tergabung dalam International Center for Applied Finance and Economics
(InterCAFE)-Institut Pertanian Bogor. Upaya untuk menstabilkan perekonomian
dapat dicapai baik melalui kebijakan fiskal ataupun kebijakan moneter.
Kebijakan fiskal yang berkesinambungan berusaha menekan defisit anggaran
serendah mungkin, baik melalui peningkatan pajak maupun pengurangan subsidi.
Dari sisi moneter, sejak pertengahan tahun 2005 telah terjadi perubahan
paradigma, yakni perubahan dari stabilisasi yang berbasis jumlah uang yang
beredar menjadi Inflation Targeting Framework (ITF) dengan menggunakan
instrumen suku bunga.
Perkembangan
perekonomian suatu negara dapat dikatakan sedang meningkat atau menurun
berdasarkan beberapa indikator dasar makroekonominya, diantaranya suku bunga,
jumlah uang yang beredar, inflasi, nilai tukar, dan pengangguran. Bank
Indonesia (BI) sebagai lembaga otoritas moneter telah melakukan stabilisasi
melalui instrumen suku bunga SBI, dimana penetapan SBI dilakukan untuk
mengendalikan jumlah uang yang beredar. Ketika jumlah uang yang beredar di
masyarakat terlalu banyak (berlebih), maka hal ini akan menyebabkan terjadinya
inflasi.
Saat
krisis ekonomi melanda Indonesia, tingkat inflasi meningkat tajam dan pernah
mencapai angka 82,40 persen pada September 1998. Tingkat inflasi yang tinggi
pada saat itu mencerminkan ketidakstabilan harga, hal ini tentu saja mengurangi
daya beli masyarakat. Ketika inflasi terjadi, jumlah uang yang beredar akan
meningkat. Hal tersebut akan berdampak pada terdepresiasinya nilai tukar
Rupiah. Nilai tukar Rupiah selalu mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun, pada
saat sebelum krisis yaitu dari tahun 1993-1996, nilai tukar Rupiah berada pada
kisaran 2.110 – 2.383 Rupiah per US Dollar. Namun, ketika terjadi krisis
ekonomi yang melanda kawasan Asia pada pertengahan tahun 1997, perekonomian
Indonesia terkena dampak negatifnya. Krisis ekonomi yang terjadi di Asia ini
diawali dengan melemahnya Bath Thailand yang melahirkan contagion-effect (efek
menular ke negara lain) dan menyebabkan krisis mata uang yang merambat ke
negara Asia lainnya, termasuk Indonesia.
Krisis
mata uang yang melanda Indonesia ditandai dengan melemahnya mata uang Rupiah
terhadap Dollar pada pertengahan tahun 1997. Rupiah yang bernilai Rp 2.540 per
US Dollar pada bulan Juni 1997, mengalami depresiasi secara terus menerus
hingga akhir tahun 1997 mencapai 4.650 Rupiah per US Dollar. Untuk menahan laju
nilai tukar Rupiah ini, maka pada tanggal 14 Agustus 1997 pemerintah melepas
sistem kurs mengambang terkendali (Managed Floating System) dan menerapkan
sistem kurs mengambang bebas (Free Floating System). Namun, memasuki tahun 1998
kondisi nilai tukar Rupiah semakin parah dan puncaknya mencapai 14.850 Rupiah
per US Dollar pada Juni 1998.
Untuk
meredam melemahnya nilai tukar Rupiah terhadap Dollar dan tingkat inflasi yang
tinggi ini, Bank Sentral meningkatkan tingkat suku bunga SBI yang pada bulan
November 1998 menyentuh angka 61 persen per tiga bulan. Langkah yang dilakukan
ini, disatu sisi memang berhasil menurunkan laju inflasi dari 77,63 persen pada
tahun 1998 menjadi 2 persen pada akhir tahun 1999. Namun, disisi lain keadaan ini
berdampak kurang baik pada tingkat investasi di Indonesia. Salah satu buktinya
yaitu pada tahun 1997, pelarian arus modal keluar mencapai 3,5 milyar Dollar,
sementara pada tahun 1998 dan tahun 1999 mengalami penurunan, yakni
masing-masing sebesar 19,7 milyar Dollar dan 11,3 milyar Dollar. Pelarian modal
tentu akan mengakibatkan dana untuk investasi menurun secara
tajam, akibatnya terjadi perputaran dana di sektor riil, dan berdampak
pada penyerapan tenaga kerja. Akibat krisis finansial yang terjadi, banyak para
pengusaha yang gulung tikar karena dililit hutang bank, sehingga banyak pekerja
atau buruh pabrik yang terpaksa di-PHK atau dibebastugaskan oleh perusahaan.
Hal ini menjadi salah satu pemicu terjadinya ledakan pengangguran, yakni
pelonjakan angka pengangguran dalam waktu yang relatif singkat. Ledakan
pengangguran yang terjadi di tahun 1998 yakni sekitar 1,4 juta pengangguran
terbuka baru. Selain itu, kinerja perekonomian yang lambat juga menyebabkan
pengangguran terbuka, dimana pada tahun 2005 mencapai 10,84 persen (11,6 juta
orang), jauh lebih tinggi dari level sebelum krisis pada tahun 1997 sebesar 4,7
persen. Dengan kata lain, pertumbuhan ekonomi diperkirakan saat ini tidak cukup
menampung angkatan kerja yang bertambah 1,8 juta orang per tahunnya. Sulitnya
mengurangi tingkat pengangguran atau menciptakan lapangan kerja baru, menjadi
cerminan lambatnya gerak laju ekspansi sektor riil yang mampu menyerap tenaga
kerja yang terus bertambah setiap tahunnya.
Berbagai
indikator ekonomi makro moneter sepanjang tahun 2005 menunjukkan bahwa
perekonomian Indonesia masih belum stabil, ini berarti ekonomi Indonesia masih
rawan terhadap berbagai guncangan. Ketidakstabilan indikator makro ekonomi ini
dapat dilihat dari adanya peningkatan inflasi dan suku bunga, volatilitas nilai
tukar dan adanya kecenderungan kenaikan tingkat pengangguran.
Inflasi
IHK (Indeks Harga Konsumen) tahun 2005 mencapai 17,11 persen, jauh di atas
inflasi pada tahun 2004 yang mencapai 6,4 persen, inflasi tahun 2005 ini
merupakan inflasi tertinggi sejak pasca krisis ekonomi. Tingginya laju inflasi
tersebut disebabkan oleh kenaikan administered prices, khususnya harga BBM pada
bulan Maret dan Oktober 2005. Selain itu juga terjadi kenaikan administered
prices lainnya, seperti tarif angkutan, elpiji, cukai rokok, dan tarif tol.
Inflasi administered prices yang terjadi hingga Desember 2005 pada waktu itu
tercatat 42,01 persen year on year (yoy). Laju inflasi ini juga disebabkan
adanya gangguan pasokan dan distribusi sehingga menyebabkan tingginya harga
bahan
makanan (volatile foods) sebesar 15,18 persen, adanya peningkatan ekpektasi
inflasi yang didorong oleh kenaikan harga BBM dan pelemahan nilai tukar Rupiah.
Permasalahan ini yang menjadi penyebab terakhirnya yakni karena adanya
depresiasi nilai tukar Rupiah selama tahun 2005 sebesar 8,6 persen yoy.
Ketidakstabilan
mata uang Rupiah pasca krisis mulai terjadi sejak bulan Januari 2004. Sejak
bulan itu Rupiah terdepresiasi tidak hanya dengan mata uang Dollar, tetapi juga
dengan mata uang Euro dan Yen. Hal ini mengindikasikan pengaruh internal lebih
menentukan dibandingkan dengan pengaruh eksternal. Dengan kata lain, kondisi
Indonesialah yang membuat mata uang Rupiah menjadi melemah. Ketika Bank
Indonesia merespon masalah ini dengan meningkatkan suku bunga dalam negeri
untuk disesuaikan dengan suku bunga internasional, langkah penyesuaian yang
diambil sudah terlambat. Terjadinya peningkatan suku bunga domestik merupakan
respon atas meningkatnya suku bunga internasional yang mengalami trend sejak The
Fed menaikkan suku bunganya di pertengahan tahun 2004.
Kenaikan
suku bunga SBI, segera akan diikuti oleh kenaikan suku bunga simpanan dan
kredit. Kenaikan yang terlalu cepat ini tentu akan menyulitkan perbankan dan
sektor riil. Fenomena perekonomian yang terjadi secara global pada tahun
2005-2006, memperlihatkan bahwa kondisi eksternal belum menunjukkan kondisi
yang kondusif, seperti adanya kecenderungan kenaikan suku bunga internasional,
kenaikan harga minyak dunia, dan masih tingginya inflasi dunia. Kondisi-kondisi
tersebut tentu saja harus dipertimbangkan dalam menentukan kebijakan untuk
memperbaiki kondisi perekonomian.Kondisi kestabilan perekonomian negara dapat
mengalami siklus naik turun. Oleh karena itu, agar perekonomian berada dalam
kondisi stabil, pemerintah dalam hal ini Bank Indonesia perlu melakukan langkah
stabilisasi makro, dengan mengelola sisi permintaan dan penawaran suatu
perekonomian agar mengarah pada kondisi keseimbangan, yaitu dengan menetapkan
SBI sebagai instrumen kebijakan moneter. Melalui kebijakan moneter ini
diharapakan tercipta perekonomian Indonesia yang stabil dan dapat mendukung
iklim perekonomian di Indonesia. Kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia
ini merupakan suatu kebijakan yang bertujuan untuk menciptakan kondisi
perekonomian Indonesia yang stabil dan terkendali. Karena kestabilan
perekonomian suatu negara sangat didambakan oleh semua elemen pendukung
perekomian negara tersebut. Perekonomian yang stabil dapat menekan laju inflasi
dan menyeimbangkan peredaran jumlah uang di masyarakat. Selain itu juga,
perekonomian yang stabil dapat mendukung kinerja dan produktivitas usaha dan
bisnis sehingga menciptakan lapangan kerja baru dan dapat menekan tingkat
pengangguran yang terjadi di Indonesia.
Merujuk
pada kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, telah banyak pakar
ekonomi dan ekonom Indonesia lainnya yang telah melakukan studi empiris,
interpretasi dan analisis mengenai efektivitas kebijakan moneter terhadap
parameterparameter makroekonomi yang mempengaruhi kondisi perekonomian di
Indonesia. Pada umumnya, analisis yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui
suatu respon variabelvariabel makroekonomi terhadap kebijakan moneter di Indonesia
dan menganalisis faktorfaktor yang dapat mempengaruhi perubahan kondisi
perekonomian di Indonesia. Salah satu indikator yang juga berkaitan dengan
efektivitas kebijakan moneter, yakni tingkat inflasi dan
pengangguran di Indonesia.
Melihat
jauh kebelakang mengenai tindak tanduk Bank Indonesia sebagai lembaga otoritas
moneter dalam mengatur kebijakan upaya stabilisasi peredaran jumlah uang di
masyarakat. Secara umum, kinerja dan upaya yang telah dilakukan oleh Bank
Indonesia, sudah menunjukkan perannya sebagai lembaga otoritas moneter dalam
menetapkan kebijakan untuk perbaikan perekonomian di Indonesia. Walaupun banyak
para pakar ekonomi dan pemerhati ekonomi di Indonesia mengatakan bahwa
kebijakan moneter yang telah ditetapkan kurang mampu mengendalikan laju inflasi
dan tingkat pengangguran dalam jangka pendek. Akan tetapi, geliat dan upaya
yang dilakukan oleh Bank Indonesia telah menunjukkan fungsi dan perannya
sebagai lembaga otoritas moneter dalam menetapkan kebijakan moneter untuk
perbaikan dan kestabilan kondisi perekonomian di Indonesia, walaupun tujuan dan
sasaran yang diharapkan dapat dicapai dalam periode jangka panjang.
Oleh
karena itu, untuk mencapai kondisi perekonomian yang stabil di Indonesia, peran
serta semua pihak yang terkait perlu digalakkan. Bank Indonesia sebagai Bank
Sentral di Indonesia telah menjalankan fungsinya dengan menetapkan SBI sebagai
instrumen kebijakan moneter, maka keberhasilan implementasi dan realisasi
kebijakan yang telah ditetapkan juga bergantung pada oknum-oknum terkait dan
kondisi di Indonesia sendiri. Efektivitas kebijakan moneter Bank Indonesia
terhadap variabel-variabel makroekonomi, seperti masalah inflasi dan tingkat
pengangguran di Indonesia perlu diperhatikan. Oleh karena itu, Bank Sentral
diharapkan mampu merumuskan kebijakan yang lebih efektif dalam menstransmisikan
sektor moneter ke sektor riil. Selain itu, Bank Sentral juga diharapkan tidak
hanya terfokus pada pentargetan inflasi saja, namun perlu juga memperhatikan
variabel makroekonomi lainnya, termasuk perubahan kondisi internal dan
eksternal, sehingga
diharapkan kebijakan yang diambil dapat dengan cepat menyesuaikan diri dengan
keadaan perekonomian yang terjadi.
Di
dalam menetapkan kebijakan moneter, Bank Sentral juga diharapkan dapat
menerapkan kebijakan yang disesuaikan dengan kondisi dan permasalahan tenaga
kerja dan tingkat usaha di Indonesia, mengingat faktor sumber daya manusia
merupakan elemen penting dari suatu negara. Tingkat penganguran juga
mengidentifikasi keadaan perekonomian suatu negara. Jika suatu negara
menginginkan keadaan sumber daya manusianya yang makmur dan sejahtera, maka
sudah sepatutnya negara tersebut juga harus memperhatikan keadaan dan kondisi
sumber daya manusianya.
* sebagaiagent of development
Lembaga
keuangan yang merupakan lembaga perantara dari pihak yang memiliki kelebihan
dana (surplus of funds) dengan pihak yang kekurangan dana (lack of funds),
memiliki fungsi sebagai perantara keuangan masyarakat (financial intermediary) Lembaga
keuangan yang merupakan organ masyarakat merupakan” sesuatu ” yang keberadaanya
adalah untuk memenuhi tugas sosial dan kebutuhan khusus masyarakat. (Tujuan) Asas
Bank Umum Perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi
ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian.
Fungsi
utama perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana
masyarakat (Bank Umum) Perbankan Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan
pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi,
dan stabilitas nasional kearah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak.(Bank
Umum) Perbankan Syariah dalam melakukan kegiatan usahanya berasaskan Prinsip
Syariah, demokrasi ekonomi, dan prinsip kehati-hatian.
Perbankan Syariah bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam
rangka meningkatkan keadilan, kebersamaan, dan pemerataan kesejahteraan rakyat.
Fungsi Bank Syariah :
Bank Syariah dan UUS
wajib menjalankan fungsi menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat.
Bank Syariah dan UUS
dapat menjalankan fungsi sosial dalam bentuk lembaga baitul mal, yaitu menerima
dana yang berasal dari zakat, infak, sedekah, hibah, atau dana sosial lainnya
dan menyalurkannya kepada organisasi pengelola zakat.
Bank Syariah dan UUS
dapat menghimpun dana sosial yang berasal dari wakaf uang dan menyalurkannya
kepada pengelola wakaf (nazhir) sesuai dengan kehendak pemberi wakaf (wakif).
Di Indonesia, lembaga
perbankan memiliki misi dan fungsi sebagai agen pembangunan (agent of
development), yaitu sebagai lembaga yang bertujuan menunjang pelaksanaan
pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi
dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak.
Lembaga perbankan
mempunyai fungsi dan tanggung jawab yang sangat besar, selain memiliki fungsi
tradisional, yaitu untuk menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat dalam arti
sebagai perantara pihak yang berlebihan dana dan kekurangan dana, yakni fungsi
financial intermediary, juga berfungsi sebagai sarana pembayaran
Perbankan nasional
berfungsi sebagai sarana pemberdayaan masyarakat dan seluruh kekuatan ekonomi
nasional, terutama pengusaha kecil, menengah dan koperasi. Untuk mencapainya
perbankan Indonesia harus memiliki komitmen. Komitmen ini oleh Nyoman Moena
diterjemahkan ke dalam bahasa perbankan, yaitu perbankan Indonesia berfungsi
sebagai :
Lembaga kepercayaan;
Lembaga pendorong
pertumbuhan ekonomi;
Lembaga pemerataan.
Jika diterjemahkan ke
dalam bentuk-bentuk tanggung jawab, maka bentuk-bentuk tanggung jawab
perbankan, adalah :
Tanggung jawab
prudential (bank harus sehat);
Tanggung jawab
komersial (bank harus untung);
Tanggung jawab
finansial (bank harus transparan);
Tanggung jawab sosial
(kemampuan mengakomodir harapan stake holderes secara adil).
Heru Soepraptomo,
sebagai agent dari pembangunan, bank diharapkan dapat memberikan kontribusi
pada usaha meningkatkan tabungan nasional, menumbuhkan kegiatan-kegiatan usaha
meningkatkan tabungan nasional, menumbuhkan kegiatan usaha dan meningkatkan
alokasi sumber-sumber perekonomian.
C. FUNGSI UMUM BANK
Para
ahli perbankan di negara-negara maju mendefinisikan bank umum sebagai institusi
keuangan yang berorientasi laba. Untuk memperoleh laba tersebut bank umum
melaksanakan fungsi intermediasi. Karena diizikan mengumpulkan dana dalam
bentuk deposito, bank umum disebut juga sebagai lembaga keuangan depositori.
Berdasarkan kemampuannya menciptakan uang (giral), bank umum dapat juga disebut
sebagai bank umum pencipta uang giral.
Pengertian bank umum menurut Undang-Undang No. 10 tahun 1998 : “Bank Umum
adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau
berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu
lintas pembayaran.“
A.Paket juni 1983 (pak jun)
PAK JUN 1983
Paket Juni 1983 adalah
kebijakan perbankan yang dikeluarkan tanggal 1 juni 1983 ini juga dikenal
sebagai paket non ceiling policy dalam arti perbankan telah dibebaskan dari
ketentuan batas atas (ceiling) suku bunga. Hal ini berarti bank-bank boleh
menentukan suku bunga yang ditawarkan kepada masyarakat sesuai dengan
pertimbangannya sendiri. Bank boleh menawarkan suku bunga kredit yang paling
murah sekalipun demikian pula bank boleh menawarkan suku bunga tabungan atau
deposito setinggi langit. Pertimbangannya penentuan suku bunga itu dipulangkan
kepada masing-masing bank sepanjang mengikuti prnsip ekonomi yaitu sepanjang
masih menjamin kelangsungan hidup bank.
Pokok-pokok kebijakan deregulasi perbankan 1 juni
1983 yakni :
1. Pagu credit (ceiling policy) dibebaskan artinya setiap bank dapat mengadakan
ekspansi kreditnya menurut pengelolaan masing-masing bank asalkan bank tersebut
memiliki loanable funds yang cukup.
2. Loanable funds yang bersumberkan dari kredit likuiditas dan bank Indonesia
(KLBI) dibatasi dan hanya diberikan untuk kredit-kredit yang bersifat
prioritas.
3. Masing-masing bank bebas menentukan tingkat bunga simpanan dan bunga
pinjamannya.
B.Paket oktober 1988 (pak to)
PAK TO 1988
Kebijakan paket kebjakan 1 juni 1983 dalam hal mobilisasi dana serta
peningkatan efisiensi perbankan menjadi dasar dilanjutkannya deregulasi di
bidang perbankan. Memang, salah satu tujuan dan deregulasi di bidang perbankan
adalah menciptakan suatu iklim yang mendorong terjadinya terjadinya persaingan
usaha sehat diantara bank-bank untuk meningkatkan efisiensi dalam kegiatan
usahanya.
Pada awal tahun 1988, keadaan perekonomian di
Indonesia mulai membaik. Hal ini mendorong pemerntah untuk melanjutkan dan
mempeluas lagi kebijakan deregulasi di bidang perbankan yaitu dikeluarkannya
paket kebijakan 27 oktober 19988 (pakto 1988) yang merupakan titik adanya
“liberalisasi dalam sector perbankan”.
Tujuan dari pakto 1988 yakni :
a. Peningkatan mobilisasi dana dan alokas dana
b. Pendayagunaan lembaga keuangan dan perbankan agar bergfunsi sebagai sarana
transaksi yang dapat mendorong ekspor non minyak dan gas
c. Peningkatan efisiensi dan kemudahan pendirian bank
d. Pengendalian kebijakan moneter serta pencipataan iklim pengembangan pasar
modal.
Secara umum tujuan dilancarkannya deregulasi dapat disimpulkan :
a. Penyederhaan proses berbagai kegiatan ekonomi.
b. Penekanan ongkos-ongks non produktif dalam perekonomian.
c. Efisiensi lembaga-lembaga pelaku ekonomi.
d. Pengurangan campur tangan pemerintah dalam perekonomian
e. Meningkatkan peran swasta yang lebih besar dalam perekonomian.
f. Mengupayakan membuat daya saing produk di dalam negeri lebih wajar dalam
percaturan ekonomi internasional